WARTA KETAPANG – Pembangunan proyek Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang di Jalan Pangeran Kusuma Jaya, Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong, kini kondisi fisik bangunan berupa pondasi sudah banyak ditumbuhi semak belukar. Bahkan jalan menuju lokasi sudah sulit untuk dilalui akibat tertutup tumbuhan liar.
Proyek yang mulai pertama kali dikerjakan pada tahun 2019 dan dilanjutkan pada tahun berikutnya dengan empat kali kucuran dana APBD tersebut berdasarkan hasil dari LPSE Ketapang pengerjaan bagian pondasi oleh Dinas Padiwisata dan Kebudayaan pada tahun 2019 dengan senilai Rp.1,4 miliar. Kemudian dilanjutkan pada APBD perubahan ketapang di tahun 2020 senilai Rp. 900 juta lebih.
Kendati proses pembanguanannya kini mangkrak, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Ketapang pada tahun 2021 yang kala itu dijabat oleh Yulianus sempat percaya diri melontarkan statement untuk melanjutkan pembangunan Rumah Adat Melayu yang akan menjadi ikon Ketapang ini hingga rampung seratus persen.
Terkait mangkraknya proyek rumah Adat Melayu tersebut, ketika dikonfirmasi Disparbud Ketapang melalui Kepala Bidang Pariwisata, Samson Nopen mengaku pihaknya tidak bisa melanjutkan pembangunan ditahun 2023 ini lantaran adanya surat permintaan dari Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Ketapang untuk tidak melanjutkan pembangunan, dan meminta pindah lokasi.
“Pihak MABM meminta agar Pemda Ketapang memindahkan lokasi pembangunan ke kawasan jalan lingkar kota,” ungkap Samson Nopen, Rabu (29/3/2023).
Intinya, menurut dia pihak Disparbud telah memenuhi permintaan dari MABM sesuai perintah dari kepala dinas.
“Jadi kita dari dinas ini mulai dari nol lagi seperti pengadaan tanah dan DED ( Detail Engineering Design – Red) rumah adat melayu itu, jika lokasi pembangunannya pindah ke jalan Lingkar Kota,” tukasnya.
(agh)











