Miliaran Dana Pajak Penerangan Jalan, Ke Mana Larinya? PLN UP3 Ketapang Pilih Bungkam

WARTA KETAPANG – Manajer PLN UP3 Ketapang, Yusrizal Ibrani, menolak memberikan data terkait penerimaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (PBJT-TL) atau yang dikenal sebagai Pajak Penerangan Jalan (PPJ).

“Sudah saya sampaikan ke manajer, beliau tidak berkenan memberikan info, bang, karena ranahnya sudah bukan di tingkat PLN Ketapang lagi,” ujar Aryya Adhi, Team Leader Administrasi dan Umum PLN UP3 Ketapang, Rabu (27/8/2025).

PLN UP3 menyarankan agar data tersebut diakses melalui aplikasi. Berdasarkan penelusuran di aplikasi Jaga.id, total pemasukan dari pajak tersebut sepanjang 2024 mencapai Rp26,6 miliar.

Sikap PLN ini mendapat kritik dari Ketua Komisi III DPRD Ketapang, Mia Gayatri. Menurutnya, penolakan PLN membuka data PPJ dan PBJT sama saja dengan mempersulit akses publik terhadap pungutan resmi yang dibebankan kepada pelanggan listrik.

“PPJ maupun PBJT itu pungutan resmi. Kalau masyarakat diminta membayar, wajar jika mereka juga berhak tahu berapa yang terkumpul dan bagaimana pemanfaatannya,” tegas Mia.

Ia menekankan, keterbukaan informasi pajak listrik sangat penting demi menjaga akuntabilitas. DPRD, kata dia, kerap menerima keluhan masyarakat soal penerangan jalan yang tidak merata serta kualitas lampu jalan yang buruk, meski dana PPJ mencapai miliaran rupiah.

“Bayangkan, setiap bulan masyarakat membayar tambahan biaya lewat tagihan listrik. Tapi masih banyak desa, bahkan di dalam kota, yang gelap gulita karena lampu jalan tidak dipasang atau tidak terawat,” ujarnya.

Mia mencontohkan, Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) di Jalan R. Suprapto sudah dua bulan terakhir tidak menyala. Padahal, ruas tersebut merupakan titik strategis di pusat Kota Ketapang, namun lampu jalan justru banyak yang mati.

Ia mendesak PLN bersama pemerintah daerah menyusun mekanisme pelaporan yang lebih transparan. Menurutnya, data pungutan pajak listrik seharusnya diumumkan secara rutin dan mudah diakses publik.

“Tidak cukup hanya ditransfer ke kas daerah. Transparansi itu harus ditunjukkan dengan laporan terbuka, misalnya dipublikasikan di situs resmi pemda atau PLN. Ini jurnalis minta data saja ditolak, bagaimana dengan masyarakat umum,” pungkasnya.

(ri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *